Kamis, 04 Agustus 2011

Metode Rasional Mengenal Tuhan

Tidak seorang pun yang ragu bahwa kehidupan di dunia fana ini penuh dengan berbagai problem dan persoalan, mulai dari persoalan-persoalan ringan sampai kepada persoalan-persoalan prinsipal yang berhubungan dengan keyakinan dan keimanan. Berbagai macam solusi telah ditempuh oleh umat manusia untuk mencapai harapan dan tujuan yang diinginkannya. Biasanya, sebelum seseorang melakukan usaha untuk memecahkan berbagai problem dan persoalan yang dihadapinya -termasuk persoalan-persoalan yang berkaitan dengan agama dan keyakinan- terlebih dahulu ia berpikir untuk mencari dan memilih solusi yang paling baik dan tepat . Cara apakah sebenarnya yang mesti ia tempuh agar dapat memecahkan persoalan tersebut? Manakala ia dihadapkan kepada beberapa metode, metode yang manakah yang paling tepat dan benar untuk ia gunakan? Dan dengan dasar ilmu pengetahuan apakah ia harus mencari, menentukan dan memilihnya? Kajian teknis secara luas dan mendalam sehubungan dengan masalah tersebut dibahas di dalam Epistemologi.


Macam-macam Pengetahuan

Manusia adalah makhluk berakal dan senantiasa berpikir. Semakin banyak dan mendalam ia berpikir, semakin banyak pula ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan manusia -dilihat dari satu sisi- dapat dibagi menjadi empat macam:

1. Pengetahuan Inderawi atau Eksperimen.

2. Pengetahuan Rasional.

3. Pengetahuan Tekstual atau Dogmatis (Ta’abbudi).

4. Pengetahuan Syuhudi (Penyaksian Batin).

Berikut ini akan kami jelaskan masing-masing bagian dari keempat macam ilmu pengetahuan tersebut. Setelah itu kami coba menghubungkannya dengan pandangan dunia agar kita dapat menemukan jalan dan cara yang paling tepat untuk memecahkan berbagai persoalan yang berhubungan erat dengan masalah keyakinan dan kepercayaan.


1. Pengetahuan Inderawi atau eksperimen.

Pengetahuan macam yang pertama ini dapat diperoleh seseorang melalui panca inderanya. Artinya seseorang yang memiliki panca indera yang sehat akan dapat memperoleh ilmu pengetahuan dengan cara menggunakan panca inderanya. Berbagai cabang ilmu pengetahuan yang biasanya menggunakan metode ini adalah cabang ilmu yang bersifat empirik seperti : Fisika, Kimia dan Biologi.


2. Pengetahuan Rasional.

Pengetahuan macam yang kedua ini tersusun dari pahaman-pahaman cerapan (mafahim intiza'iyah) yang di dalam pembahasan filsafat biasanya disebut dengan logika sekunder (ma'qulat tsanawiyah). Untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat rasional ini, akal pikiran seseorang memiliki peran utama di samping juga menggunakan panca inderanya dan metode eksperimen dalam membentuk premis-premis analogis. Cabang-cabang ilmu pengetahuan yang biasanya menggunakan metode ini adalah : Logika, Filsafat dan Matematika.


3. Pengetahuan Tekstual atau Dogmatis (Ta’abbudi).

Ilmu pengetahuan jenis ketiga ini sangat bergantung kepada ilmu pengetahuan sebelumnya. Dengan kata lain seseorang tidak akan dapat memperoleh ilmu pengetahuan macam ini jika tidak memiliki ilmu pengetahuan sebelumnya sebagai dasar atau sumber untuk memperoleh pengetahuan tersebut. Misalnya pengetahuan yang diperoleh melalui informasi orang lain yang dapat dipercaya kejujurannya. Ilmu pengetahuan para pemeluk agama yang mereka peroleh dari hasil mendengarkan ucapan-ucapan dan ceramah-ceramah para pemuka mereka, merupakan contoh yang jelas bagi pengetahuan dogmatis ini. Bahkan sangat mungkin bahwa keimanan dan keyakinan yang mereka peroleh dengan cara dan melalui jalan tersebut lebih mengakar dibandingkan dengan keimanan dan keyakinan yang mereka peroleh melalui panca indera dan eksperimen.


4. Pengetahuan Syuhudi (Penyaksian Mata Batin).

Ilmu pengetahuan macam yang keempat ini berbeda dengan pengetahuan-pengetahuan yang sebelumnya. Karena ilmu pengetahuan jenis ini berhubungan langsung dengan maklum atau wujud objeknya, artinya ia tidak lagi menggunakan perantara gambaran konseptual yang ada di benak. Dengan kata lain yang lebih jelas, biasanya seseorang dapat memperoleh suatu ilmu pengetahuan dengan melalui gambaran-gambaran yang ada dibenaknya. Tetapi ilmu pengetahuan syuhudi ini tidak memerlukan gambaran-gambaran yang ada di benak tersebut. Oleh karena itu kelebihan ilmu pengetahuan syuhudi -yang hakiki- ini adalah terhindar dari kekeliruan dan kesalahan. Tetapi, ilmu pengetahuan syuhudi ini sebenarnya merupakan penafsiran-penafsiran yang dilakukan oleh benak seseorang penyaksi batin terhadap hal-hal yang ia saksikan. Jika demikian halnya, maka sangat mungkin akan terjadi kekeliruan dan kesalahan ketika menafsirkan dan menjelaskan penyaksian batinnya tersebut. Dengan ungkapan lain, bahwa penyaksian hakiki batinnya itu sendiri tidak tersentuh oleh kekeliruan, tetapi penafsiran atas penyaksiannya itulah yang sangat mungkin mengalami kekeliruan dan kesalahan.

Macam-macam Pandangan Dunia

Setelah kita dapat memahami keempat macam ilmu pengetahuan manusia tadi, maka berdasarkan penjelasan tersebut, pandangan dunia atau pandangan manusia mengenai wujud dan penciptaan alam semesta ini dapat dibagi menjadi empat macam pula:

1. Pandangan dunia empiris. Artinya bahwa seseorang dapat mencapai pandangan universal mengenai wujud dengan menggunakan metode empiris tersebut.

2. Pandangan dunia falsafi. Artinya bahwa seseorang dapat mencapai pandangan universal mengenai wujud dengan cara menggunakan metode filsafat dan kemampuan akalnya.

3. Pandangan dunia agama. Artinya bahwa seseorang dapat mencapai pandangan universal mengenai wujud melalui cara meyakini dan mempercayai petuah-petuah para pemimpin agamanya.

4. Pandangan dunia irfani. Artinya bahwa seseorang dapat mencapai pandangan universal mengenai wujud dengan cara dan jalan syuhudi dan penyaksian mata hati.


Setelah uraian di atas dapat dipahami dengan baik, yang perlu dipertanyakan adalah: apakah masalah-masalah mendasar yang berhubungan dengan pandangan dunia dan keyakinan terhadap wujud pencipta dapat dipecahkan dengan berbagai cara atau dengan salah satu dari cara-cara tersebut, ataukah tidak?

Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan ini, kita perlu mengkaji lebih jauh lagi tentang berbagai metode di atas.


Keterbatasan metode empiris

Sebagaimana kita ketahui bahwa ruang lingkup pengetahuan empirik itu terbatas hanya pada fenomena-fenomena yang bersifat materi. Dengan demikian sulit bagi kita untuk mengenal dan mengetahui dasar-dasar pandangan dunia mengenai penciptaan alam semesta dan mengatasi berbagai persoalan yang berhubungan dengannya jika hanya mengandalkan data-data penge-tahuan yang diperoleh dengan metode empiris tersebut, mengingat bahwa persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah keyakinan itu berada di luar jangkauan ilmu-ilmu empiris. Karena ilmu empiris manapun tidak membahas dan menjelaskan mengenai masalah-masalah tersebut. Atas dasar itulah, kita tidak mungkin dapat menetapkan ataupun menafikan wujud Pencipta alam semesta ini melalui metode tersebut, misalnya dengan mengadakan penelitian di laboratorium. Karena kemampuan inderawi tidak akan mampu menilai dan memperoleh kesimpulan tentang ada atau tiadanya sesuatu yang di luar lingkup alam materi.

Dengan dasar itu dapat dikatakan bahwa pandangan dunia empiris bagaikan “fatamorgana” ketika berhadapan dengan hal-hal yang bersifat nonmateri dan maknawi, karena ia hanya merupakan "pengetahuan tentang alam materi" yang tidak bisa dijadikan alat untuk mengungkap persoalan-persoalan mendasar mengenai wujud pencipta.

Adapun ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui jalur ta’abbudi, tekstual atau dogmatis hanya berperan secara sekunder. Karena pengetahuan tersebut baru dapat digunakan setelah kita dapat membuktikan keberadaan pengetahuan sebelumnya sebagai landasannya. Misalnya untuk mengakui dan menerima risalah seorang nabi, kita harus menetapkan kenabiannya terlebih dahulu . Dan sebelum itu, kita pun harus membuktikan adanya Tuhan Sang Pengutusnya. Karena kita tidak mungkin dapat menetapkan keberadaan Sang Pengutus dan kenabian seorang nabi melalui ucapan nabi itu sendiri. Dan kitapun tidak dapat mengatakan bahwa mengingat kitab suci tertentu telah menjelaskan keberadaan Tuhan, maka masalah wujud Tuhan itu dianggap telah jelas berdasarkan firman Tuhan di dalam kitab tersebut. Tetapi yang benar adalah, setelah kita dapat membuktikan wujud Tuhan dan kenabian seorang nabi yang dipilihnya, dan kitapun telah mengenal utusan-Nya, di samping itu juga kita telah membuktikan kebenaran kitab suci-Nya tersebut, barulah setelah itu kita dapat menerima berbagai macam keyakinan parsial lainnya dan ajaran-ajaran yang bersifat praktis dengan dasar informasi orang yang jujur atau dari sumber yang dapat dipercaya. Dengan demikian, maka pengetahuan dogmatis ini tidak memiliki peran langsung dalam menjawab dan menyelesaikan berbagai persoalan prinsipal yang berhubungan dengan masalah wujud dan penciptaan alam semesta.

Adapun mengenai pengetahuan syuhudi (penyaksian mata batin), tidak mungkin dapat dicapai oleh seseorang dengan cepat dan mudah. Bahkan pengetahuan syuhudi ini memerlukan pembahasan yang luas dan panjang dengan beberapa alasan sebagai berikut :

pertama: Sesungguhnya pandangan dunia seputar penciptaan alam semesta merupakan pengetahuan yang terbentuk dari gambaran-gambaran konseptual di dalam pikiran. Sementara pengetahuan syuhudi sama sekali tidak memerlukan gambaran-gambaran konseptual tersebut. Dengan demikian, penisbahan gambaran-gambaran konseptual kepada konteks syuhudi hanya merupakan toleransi yang dilihat dari sisi sumber kemunculan gambaran-gambaran konseptual tersebut.

Kedua: Untuk menjelaskan berbagai persoalan syuhudi melalui kata-kata dan konsep, membutuhkan kemampuan dan kekuatan nalar tertentu yang tidak mungkin dapat dicapai oloeh seseorang kecuali setelah memiliki berbagai pengetahuan dasar dan pengalaman yang cukup panjang, yaitu berupa kemampuan analisis rasional dan filosofis. Karena seseorang yang tidak memiliki berbagai pengetahuan dasar dan kekuatan nalar yang tinggi semacam ini akan menggunakan kata-kata, ungkapan-ungkapan dan konsep-konsep yang samar dan mutasyabih. Akibatnya bukan akan memberikan pencerahan jiwa dan pemikiran, tetapi sangat mungkin malah akan menjadi faktor utama bagi terjadinya penyimpangan dan kesesatan.

Ketiga: Pada kebanyakan kondisi, seringkali terjadi kesamaran dan kekeliruan antara syuhudi hakiki atau hakikat realitas yang disaksikan melalui jalan syuhudi dengan gambaran-gambaran yang bersifat khayalan dan penafsiran konseptual terhadap hakikat tersebut. Bahkan, kekeliruan dan kekaburan itu bisa juga menimpa sekalipun kepada si pelaku syuhud itu sendiri.

Keempat: Seseorang tidak mungkin dapat mencapai berbagai pengetahuan syuhudi dan penyaksian hakikat mata batin kecuali setelah melakukan riyadhah ruhiyah atau sair-suluk irfani (pelatihan ruhani) selama bertahun-tahun. Tetapi perlu diketahui, bahwa keimanan dan keyakinan seseorang terhadap metode sair-suluk yang merupakan pengetahuan praktis, sangat bergantung kepada pengetahuannya terhadap dasar-dasar teoritis dan persoalan-persoalan yang mendasar dalam pandangan dunia.

Oleh karena itu, sebelum seseorang mulai melakukan sair-suluk, ia harus menuntaskan dan menguasai persoalan-persoalan itu dengan baik, karena pengetahuan syuhudi itu baru bisa diperoleh ketika ia berada pada puncak perjalanan sair-suluknya tersebut. Pada hakikatnya, irfan hakiki itu baru akan dapat dicapai oleh seseorang tatkala ia berusaha dengan sungguh-sungguh dan penuh ikhlas beribadah kepada Tuhannya. Sementara usaha dan suluknya itu sendiri bergantung kepada pengetahuan tentang Tuhannya dan tentang cara beribadah kepada-Nya.


Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari uraian di atas adalah bahwa satu-satunya jalan bagi seseorang yang beru-saha untuk mencari solusi dalam menghadapi masalah-masalah pokok pandangan dunia dan masalah keyakinan adalah jalan logika atau metode rasional. Dengan demikian maka pandangan dunia yang sebenarnya adalah pandangan dunia falsafi.

Tetapi perlu diketahui bahwa membatasi upaya mencari solusi atas masalah-masalah tersebut pada metode rasional dan premis-premis filosofis, tidak berarti bahwa untuk pencapaian pandangan dunia semacam itu hanya bergantung kepada pemecahan atas seluruh persoalan Filsafat. Tetapi upaya itu cukup hanya dengan mengkaji sebagian masalah filsafat yang sederhana dan tampak gamblang saja. Dengan cara inilah kita dapat membuktikan wujud Tuhan. Hal ini merupakan masalah yang paling penting dalam pandangan dunia, walaupun studi khusus mengenai masalah-masalah ini dan cara menghadapi berbagai kritik serta keraguan dan pemecahannya membutuhkan kejelian filosofis secara luas.

Begitu pula, ketika kita membatasi berbagai pengetahuan yang dapat membuahkan dan menyelesaikan masalah-masalah yang mendasar melalui pengetahuan rasional, hal itu bukan berarti kita mengabaikan pengetahuan-pengetahuan lainnya untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Bahkan kita dapat menggunakan argumen-argumen rasional yang sebagian premisnya dihasilkan dari jalur ilmu syuhiudi atau indera dan eksperimen. Sebagaimana juga kita dapat menggunakan pengetahuan dogmatis atau ta'abbudi untuk menyelesaikan masalah-masalah sekunder dan keyakinan-keyakinan parsial yang biasanya dibuktikan melalui kandungan kitab suci atau referensi-referensi yang merupakan sumber-sumber agama yang dapat dipercaya.

Akhirnya, ketika seseorang telah dapat mencapai suatu keyakinan dan ideologi yang “benar”, dan kemudian ia meneruskan usahanya tersebut dengan gigih, maka -tidak mustahil- ia akan mencapai peringkat mukasyafah dan musyahadah (penyaksian mata batin). Pada pringkat tersebut ia tidak lagi memerlukan pahaman-pahaman, gambaran-gambaran konseptual dan berbagai argumen rasional untuk meyakini wujud Tuhan dan berbagai hakikat realitas.
Send and receive faxes from ANY Web-connected computer - Fax Thru Email